Renjana atau (hanya) Minat?

image

Sebuah obrolan random di suatu hari.
Apa beda passion dan minat? Hasil perbincangan ngalor ngidul, diambil kesimpulan absurd bahwa passion (yang istilah bahasa Indonesianya adalah renjana) hanya  satu saja yang bisa dimiliki. Sedang manusia bisa memiliki banyak minat.
Tapi, benarkah demikian?
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Renjana adalah rasa hati yg kuat (rindu, cinta kasih, berahi, dsb).
Minat adalah kecenderungan hati yg tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan.
Esensinya sudah beda. Renjana lebih ‘dalam’ daripada minat. Rasa hati versus kecenderungan hati, begitu ujar seorang teman. Bisa jadi renjana adalah minat yang sudah ditempa oleh berbagai aral di sepanjang periode waktu.

Contoh: menyanyi. Memiliki warna suara khas, menguasai tangga nada, teknik bersuara, pun sanggup memainkan alat musik. Apakah bisa disebut sebagai renjana? Belum tentu. Kemampuan dan bakat berderet itu bisa jadi hanya minat. Namun ketika minat ditempa oleh waktu beserta pasang surut situasi dan kondisi, maka kondisi ini bisa berubah menjadi renjana.

Seorang manusia bisa memiliki banyak minat. Musik, menulis, melukis, berkebun, menari, menjahit, fotografi, ulik mesin, dan lain sebagainya. Tapi, dari deretan minat itu, yang manakah renjanamu?
Beruntunglah manusia yang bisa menemukan renjananya, begitu seorang kawan lain berkata. Merujuk lagu yang didendangkan Nugie, renjana itu lentera bagi jiwa. Tak sedikit manusia yang tak menemukan renjananya hingga ajal tiba.

Lalu, bagaimana mengetahui yang mana renjana kita?
Asah hati tanpa menafikan nalar. Belajar peka dan jujur pada diri sendiri. Introspeksi. Kontemplasi. Dari sederet minat yang dijalani, adakah salah satunya renjana kita?

Perbincangan random itu berakhir, meninggalkan keruwetan di kepala dan kegamangan di hati.
Bagaimana menurut anda?

Mood dan Musik

image

Saya pernah menulis tentang mood pun tentang musik. Kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang interaksi keduanya yang terjadi beberapa waktu lalu.
Kurang lebih dua bulan lalu, saya mengalami kesulitan dalam menulis. Saya sedang menulis cerita fiksi yang sedih ketika mood sedang gembira. Segala cara saya coba untuk membangun mood sedih. Mengingat kenangan-kenangan yang mengharukan, membaca cerita dan buku yang menyayat hati, menonton film yang menerbitkan air mata, dan entah apalagi yang lainnya. Hasil? Gagal total. Mood sedih itu sempat muncul sesaat, namun lenyap saat proses menulis baru dimulai.
Seorang teman menyarankan mendengarkan lagu sedih. Ide cemerlang. Saya mulai mengumpulkan lagu-lagu sedih, baik lokal maupun barat. Setelah terjaring, saya mulai ‘menjiwai’ lagu-lagu tersebut. Hasil? Gagal total. Bukan mood sedih yang muncul, ujung-ujungnya saya ikut bernyanyi seiring musik mengalun. 
Teman pengusul ide merevisi, cari lagu atau musik yang bahasanya tidak dikuasai, jangan bahasa Indonesia dan Inggris. Entah bagaimana, ingatan saya tertuju pada seorang keponakan penggila segala hal tentang Korea. Pendek cerita, sang keponakan memberikan daftar panjang lagu-lagu Korea yang (menurutnya) sedih.
Saya berusaha mendengarkannya satu persatu. Musik sebagai bahasa universal menunjukkan keajaibannya. Playlist berisi belasan lagu Korea (berasa) sedih mengisi ponsel. Saya tidak tahu dan berusaha tahu arti liriknya. Beat-nya pun tak melulu mellow, tapi sanggup membuat saya tergugu lama di depan layar monitor.
Tulisan saya selesai. Masalah teratasi. Mungkin kejadian ini juga pernah dialami orang lain. Dan bisa jadi, solusi ini juga bisa berhasil pada problem yang serupa.
Semoga bermanfaat 🙂

Sunting Menyunting

image

Bahasa kerennya ‘ngedit‘ 🙂
Mungkin ini sudah terlalu membosankan bagi yang suka menulis. Tapi menyunting atau mengedit tulisan kita sendiri hukumnya wajib. Bisa jadi sudah banyak yang memberikan tips tentang sunting menyunting, tapi saya ingin berbagi pengalaman di sini. Berikut detilnya:

1. Jangan pernah menyunting atau mengedit saat tulisan belum benar-benar selesai. JANGAN. Bila ini dilanggar, yang terjadi adalah tulisan kita tidak akan pernah selesai. Silakan coba kalau tidak percaya.

2. Setelah tulisan benar-benar selesai, ada baiknya tidak langsung disunting atau diedit. Endapkan dulu dalam beberapa saat, bisa hari atau bahkan minggu, tergantung panjang dan kompleksnya tulisan. Gunanya, mengistirahatkan pikiran dan perasaan kita setelah menulis. Setelah segar kembali, baru kita mulai proses menyunting.

3. Pastikan kita punya dasar atau acuan dalam menyunting. Seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, aturan baku EYD, buku dan sumber yang menunjang tulisan kita, dll. 

4. Jika dirasa tidak sesuai, jangan ragu untuk menulis ulang. Misal, dalam tulisan fiksi, kita menulis cerita yang menguras emosi. Jika emosi yang diinginkan tidak terasa dalam tulisan, ada baiknya ditulis ulang, mungkin hanya di bagian tertentu, sampai emosi yang diinginkan muncul.

4. Proses menyunting atau mengedit bisa jadi adalah proses terpanjang dan terlama dalam menulis. Kita tidak hanya melakukannya sekali, tapi berkali-kali. Oleh karenanya, lakukan saat pikiran dan perasaan kita sedang baik dan segar.

5. Takut tidak obyektif? Mintalah bantuan pihak lain. Minimal untuk proofreading. Kadang ada detil yang terlewat oleh kita, kan? 

Bagaimana? Sudah siap menyunting tulisan?
Semoga bermanfaat 🙂

Ustaz, Ustad atau Ustadz?

image

Bulan Ramadan baru bergulir beberapa hari. Namun tausiah yang kita dapat bisa jadi sudah tak terhitung jumlahnya. Media cetak, elektronik dan online, telah menjembatani. Masjid, pengajian, pun obrolan santai tak luput dari penyebaran ajaran-ajaran baik. Tak melulu dari seorang ustaz dan atau ustazah.
Sebentar, tunggu dulu.
Mana yang benar?
Ustaz, Ustad atau Ustadz?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

Us-taz adalah 1 guru agama atau guru besar (laki-laki); 2 tuan (sebutan atau sapaan).

Nah, sekarang sudah tahu, kan?

Merawat Tas Kulit

image

Awet. Kata yang sering terlintas bila kita ditanya kenapa memilih tas kulit, selain suka model, warna dan lain sebagainya. Tapi, merawatnya bukan perkara mudah, apalagi jika tas tersebut berbahan kulit asli bukan sintetis. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merawat tas kulit asli.

1. Gunakan kain mikrofiber untuk membersihkan. Kain mikrofiber biasanya digunakan untuk membersihkan kacamata. Jenis kain yang paling cocok digunakan untuk membersihkan tas kulit asli. Jangan menggunakan tissue, seratnya akan tertinggal dan menutupi pori tas.

2. Jangan sampai basah. Tas kulit asli jangan sampai terkena air atau minyak. Bila sampai terjadi, lekas keringkan lalu diangin-anginkan. Jangan dijemur dibawah sinar matahari langsung, karena dapat memudarkan warna pun mengubah bentuk.

3. Membersihkan kotoran. Gunakan baking soda untuk menghilangkan kotorannya. Sekali lagi, jangan menggunakan air, minyak atau bahan-bahan yang terbuat dari dua jenis cairan tersebut. Bila kesulitan, bisa menghubungi tempat yang menawarkan jasa perawatan barang berbahan kulit asli.

4. Simpan tas kulit asli dalam keadaan sempurna. Jangan dilipat dan ditumpuk. Isilah tas dengan kain atau remasan kertas koran agar tas tidak berubah bentuk. Tali tas jangan sampai terlipat. Masukkan tas dalam kantong kain penyimpan, beri sillica gel untuk menjaga kelembabannya.

Semoga berguna 🙂